BIENVENUE

Selamat Datang di Blog Kami, perbarui informasi budaya anda disini

Rabu, 25 April 2012

Pesona Batik Papua


Batik Papua terlihat memiliki kekhasan tersendiri yang berbeda dengan batik yang biasa kita kenal selama ini.
Batik Papua muncul pertama kali pada tahun 1985, saat Pemerintah Indonesia mendapatkan bantuan dari The United Nations Development Programme (UNDP), untuk pemberdayaan kebudayaan di daerah Indonesia bagian Timur.
Patung dan ukiran khas suku-suku di Papua yang sejatinya merupakan refleksi dari kepercayaan mereka terhadap leluhur, kini, menjadi motif batik khas Papua. Ciri khasnya terletak pada gambar orang atau hewan, yang juga ditemui pada patung tradisional mereka. Hewan yang sering muncul antara lain cicak, kadal dan buaya. Ada juga corak batik Papua lainnya yang diambil dari kekayaan budaya Papua lainnya, seperti alat musik Tifa.
Melihat gambar-gambar batik Papua di internet, sepertiya batik Papua tidak terbatas oleh warna terang atau gelap. Ada batik berwarna gelap, namun banyak juga motif berwarna terang. batik berwarna dasar merah hati dengan motif burung Cendrawasih yang merupakan fauna khas Papua
Tak berbeda dari daerah penghasil batik lainnya yang memiliki sentra produksi, Papua juga mempunyai sentra batiknya sendiri yaitu Jayapura, yang merupakan ibukota Propinsi Papua Barat.
Nah, Anda tertarik dengan batik Papua? Kini, beberapa akun di jejaring sosial seperti facebook dan twitter mulai gencar mempromosikan keindahan batik Papua ini, sehingga peminat batik Papua tak perlu jauh-jauh datang ke Jayapura jika ingin membeli batik Papua.

batik_Papua


Selasa, 24 April 2012

Cara Membuat Batik







1. Pemotongan bahan baku (mori) sesuai dengan kebutuhan.
2. Mengetel : menghilangkan kanji dari mori dengan cara membasahi mori tersebut dengan larutan : minyak kacang, soda abu, tipol dan air secukupnya. Lalu mori diuleni setelah rata dijemur sampai kering lalu diuleni lagi dan dijemur kembali. Proses ini diulang-ulang sampai tiga minggu lamanya lalu di cuci sampai bersih. Proses ini agar zat warna bisa meresap ke dalam serat kain dengan sempurna.
3. Nglengreng : Menggambar langsung pada kain.
4. Isen-isen : memberi variasi pada ornamen (motif) yang telah di lengreng.
5. Nembok : menutup (ngeblok) bagian dasar kain yang tidak perlu diwarnai.
6. Ngobat : Mewarnai batik yang sudah ditembok dengan cara dicelupkan pada larutan zat warna.
7. Nglorod : Menghilangkan lilin dengan cara direbus dalam air mendidih (finishing).
8. Pencucian : setelah lilin lepas dari kain, lalu dicuci sampai bersih dan kemudian dijemur.

Senin, 23 April 2012

Sejarah Batik Kawung

Batik motif Kawung mempunyai makna yang melambangkan harapan agar manusia selalu ingat akan asal usulnya.
Jaman dahulu, batik motif kawung dikenakan di kalangan kerajaan. Pejabat kerajaan yang mengenakan batik motif kawung mencerminkan pribadinya sebagai seorang pemimpin yang mampu mengendalikan hawa nafsu serta menjaga hati nurani agar ada keseimbangan dalam perilaku kehidupan manusia.

Sejarah diketemukannya batik motif kawung ini adalah ketika ada seorang pemuda dari desa yang mempunyai penampilan berwibawa serta disegani di kalangan kaumnya. Tak lama karena perilaku pemuda ini yang sangat santun dan bijak, hingga membuat namanya terdengar hingga di kalangan kerajaan Mataram.

Pihak kerajaan merasa penasaran dengan kemashuran nama pemuda ini, sehingga diutuslah telik sandi untuk mengundang pemuda ini menghadap raja. Sang telik sandipun berhasil menemukan pemuda ini. Mendengar bahwa putranya diundang oleh raja, membuat ibunda merasa terharu dan menggantungkan banyak harapan. Ibunda berpesan agar si pemuda ini bisa menjaga diri & hawa nafsu serta tidak lupa akan asal-usulnya.

Untuk itulah ibunda membuatkan batik dengan motif kawung, dengan harapan putranya bisa menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat banyak.

Tak lama kemudian setelah dipanggil oleh pihak kerajaan dan diberikan beberapa pekerjaan yang selalu bisa diselesaikannya, akhirnya pemuda ini diangkat menjadi adipati Wonobodro.

Dalam pengangkatannya sebagai adipati Wonobodro, pemuda ini mengenakan baju batikpemberian ibundanya dengan batik motif kawung.

Dan akhirnya hingga saat ini, batik motif kawung semakin dikenal masyarakat.

Rabu, 18 April 2012

Le Marche de Tomohon


Tomohon est situé à Kabupaten Minahasa, prés de Manado, Indonesie. Tomohon devient un site touristique à Sulawesi Nord parce que La nature est magnifique. La troisième plus grande ville à cette Province se trouve entre la montagne de Mahawu et Lokon.
Le Marche traditionnelle Beriman Tomohon est un plus intéressant site touristique à Tomohon que nous n’allons pas trouver en autre place en Indonésie mais et si vous êtes l’amateur d’animal, ne visitez pas ce marche!
Pourquoi ? Parce que Là bas, vous pouvez voir beaucoup de marchands qui vendent des chiens, des chats, des rats, des cochons sauvages, des serpents et des chauves-souris pour consommer. Certain vendeuse vendent les chiens et les chats grillés qui sont assaisonné les épices et les autres vendent les animaux vivant. Le prix d’un chat grillé est Rp. 100.000.
Selon un habitant local, Les habitants de Tomohon sont habitués les manger Mais les habitants à région de Sulawesi Nord ne sont pas habitués. 


Jumat, 13 April 2012

Batik dan Bordir sendang, Lamongan


Fungsi utama pakaian sebagai penutup aurot, ternyata daIam perkembangan budaya modern mempunyai makna yang lebih dalam. diantaranya mempengaruhi estetika, prestise dan kondisi kultural dari peradaban manusia. Orang akan tampil beda dengan penampilan melalui busana yang dikenakan.
Watak artistik ini mendorong penciptaan tekstil lebih mengutamakan unsur ragam hiasan dari pada fungslnya pelindung badan. Kain palos dianggap belum sempurna sebagai bahan sandang karena tidak menyampaikan pesan artistik
Pada hari-hari besar, resepsi-resepsi, hari-hari istimewa orang cenderung mengubah penampilannya dengan memakai busana dengan desain tertentu. Dengan penampilan pakaian yang berbeda itu, martabat orang akan terangkat sesuai dengan nilai-nilai budaya yang sedang berkembang. Gejala sosial ini ditangkap perancang grafis batik dan bordir Sendang Lamongan dengan mencari kreasi dan inovasi baru baik motif, corak maupun jenis kain dasarnya sehingga dapat mengikuti selera pasar.
Di Desa Sendangduwur dan Desa Sendangagung Lamongan terdapat ratusan pengrajin batik Sendang. Di desa ini juga terdapat kerajinan konveksi bordiran dan kerajinan emas yang telah lama berkembang secara tradisional. Bahkan pada tahun 1991 pengrajin emas H. Kusnan mendapatkan penghargaan Upakarti dari Presiden RI, kemudian pengrajin batik tulis dan bordir ibu Sumikah juga mendapatkan Upakarti tahun 1992.
Produk-produk hiasan bordir Sendang yang dipasarkan beraneka ragam. Mulai dari blouse, rok, rompi dan kerudung. Busana muslimpun tidak ketinggalan untuk dihiasi dengan bordir. Busana bordir yang dipadukan dengan payet-payet menambah nilai artistik dan menunjukkan budaya pemakainya.
Kualitas busana bordiran produksi Desa Sendang sebenarnya tidak kalah bila dibanding produksi Tasikmalaya, sehingga dengan dibangunnya obyek wisata berskala internasional Jatim Park II - WBL Tanjung Kodok yang berlokasi bersebelahan Desa dapat menjadi etalase dan pintu gerbang pengembangan promosi, produksi dan pemasaran dengan dunia luar. Potensi Desa ini dapat berkembang menjadi kawasan sentra industri kerajinan batik.
Bordiran Sendang Lamongan merupakan sebuah seni yang memadukan dekorasi sulaman pada kain. Motif dan corak hiasan bordir bukanlah sekedar hiasan belaka. tetapi mengandung arti sejarah dan budaya.
Sebagai daerah pesisiran, motif-motif sandang produk tradisional Lamongan seperti batik tulis Sendang dan Tenun Ikat Parengan mempunyai corak dan motif khas yang kaya gimbal-gimbal pesan dalam grafis desainnya, seperti sketsa ikan, perahu, titik-titik buih ombak, pepohonan, bunga dan sebagainya.
Kekuatan dan keunggulan desain tekstil tradisional teletak pada nilai simbolik atau nilai ritual. Para perancang motif dan pembatik menyampaikan sesuatu kepada orang lain dengan cara simbolik, termasuk kostumnya dengan desain tekstil. Simbol itu terekspresikan lewat bentuk, motif dan warna, dan ternyata memiliki nilai estetika yang tinggi. Disana ada goresan hati, sketsa jiwa dan warna­warni kehidupan. Motif dan corak batik hakekatnya dapat menjadi sebuah cermin jiwa perancang dan pemakainya.
Potensi batik tradisional dan hiasan bordir Sendang apabila dimanajemeni dengan baik dapat berkembang menjadi sebuah industri besar yang menghasilkan.
Menghadapi persaingan pasar tekstil modern, tekstil tradisional mempunyai peluang besar untuk berkembang, asal mau menciptakan desain-desain modern. Dalam kaitan ini desain tradisional dapat kita fungsikan sebagai bahan modifikasi, inovasi dan inspirasi dari desain modern, sehingga menjadi produk sandang yang memiliki standard (Ekonomi).

Selasa, 10 April 2012

Perkembangan Batik pada Masa Penyebaran Islam


Jaman Penyebaran Islam
Riwayat pembatikan di daerah Jawa Timur lainnya adalah di Ponorogo, yang kisahnya berkaitan dengan penyebaran ajaran Islam di daerah ini. Riwayat Batik. Disebutkan masalah seni batik didaerah Ponorogo erat hubungannya dengan perkembangan agama Islam dan kerajaan-kerajaan dahulu. Konon, di daerah Batoro Katong, ada seorang keturunan dari kerajaan Majapahit yang namanya Raden Katong adik dari Raden Patah. Batoro Katong inilah yang membawa agama Islam ke Ponorogo dan petilasan yang ada sekarang ialah sebuah mesjid didaerah Patihan Wetan.
Perkembangan selanjutanya, di Ponorogo, di daerah Tegalsari ada sebuah pesantren yang diasuh Kyai Hasan Basri atau yang dikenal dengan sebutan Kyai Agung Tegalsari. Pesantren Tegalsari ini selain mengajarkan agama Islam juga mengajarkan ilmu ketatanegaraan, ilmu perang dan kesusasteraan. Seorang murid yang terkenal dari Tegalsari dibidang sastra ialah Raden Ronggowarsito. Kyai Hasan Basri ini diambil menjadi menantu oleh raja Kraton Solo.
Waktu itu seni batik baru terbatas dalam lingkungan kraton. Oleh karena putri keraton Solo menjadi istri Kyai Hasan Basri maka dibawalah ke Tegalsari dan diikuti oleh pengiring-pengiringnya. disamping itu banyak pula keluarga kraton Solo belajar dipesantren ini. Peristiwa inilah yang membawa seni bafik keluar dari kraton menuju ke Ponorogo. Pemuda-pemudi yang dididik di Tegalsari ini kalau sudah keluar, dalam masyarakat akan menyumbangkan dharma batiknya dalam bidang-bidang kepamongan dan agama.
Daerah perbatikan lama yang bisa kita lihat sekarang ialah daerah Kauman yaitu Kepatihan Wetan sekarang dan dari sini meluas ke desa-desa Ronowijoyo, Mangunsuman, Kertosari, Setono, Cokromenggalan, Kadipaten, Nologaten, Bangunsari, Cekok, Banyudono dan Ngunut. Waktu itu obat-obat yang dipakai dalam pembatikan ialah buatan dalam negeri sendiri dari kayu-kayuan antara lain; pohon tom, mengkudu, kayu tinggi. Sedangkan bahan kainputihnyajugamemakai buatan sendiri dari tenunan gendong. Kain putih import bam dikenal di Indonesia kira-kira akhir abad ke-19.
Pembuatan batik cap di Ponorogo baru dikenal setelah perang dunia pertama yang dibawa oleh seorang Cina bernama Kwee Seng dari Banyumas. Daerah Ponorogo awal abad ke-20 terkenal batiknya dalam pewarnaan nila yang tidak luntur dan itulah sebabnya pengusaha-pengusaha batik dari Banyumas dan Solo banyak memberikan pekerjaan kepada pengusaha-pengusaha batik di Ponorogo. Akibat dikenalnya batik cap maka produksi Ponorogo setelah perang dunia petama sampai pecahnya perang dunia kedua terkenal dengan batik kasarnya yaitu batik cap mori biru. Pasaran batik cap kasar Ponorogo kemudian terkenal seluruh Indonesia.

Perkembangan Batik pada masa Majapahit


Batik yang telah menjadi kebudayaan di kerajaan Majahit, pat ditelusuri di daerah Mojokerto dan Tulung Agung. Mojoketo adalah daerah yang erat hubungannya dengan kerajaan Majapahit semasa dahulu dan asal nama Majokerto ada hubungannya dengan Majapahit. Kaitannya dengan perkembangan batik asal Majapahit berkembang di Tulung Agung adalah riwayat perkembangan pembatikan didaerah ini, dapat digali dari peninggalan di zaman kerajaan Majapahit. Pada waktu itu daerah Tulungagung yang sebagian terdiri dari rawa-rawa dalam sejarah terkenal dengan nama daerah Bonorowo, yang pada saat bekembangnya Majapahit daerah itu dikuasai oleh seorang yang benama Adipati Kalang, dan tidak mau tunduk kepada kerajaan Majapahit.
Diceritakan bahwa dalam aksi polisionil yang dilancarkan oleh Majapahati, Adipati Kalang tewas dalam pertempuran yang konon dikabarkan disekitar desa yang sekarang bernama Kalangbret. Demikianlah maka petugas-petugas tentara dan keluara kerajaan Majapahit yang menetap dan tinggal diwilayah Bonorowo atau yang sekarang bernama Tulungagung antara lain juga membawa kesenian membuat batik asli.
Daerah pembatikan sekarang di Mojokerto terdapat di Kwali, Mojosari, Betero dan Sidomulyo. Diluar daerah Kabupaten Mojokerto ialah di Jombang. Pada akhir abad ke-XIX ada beberapa orang kerajinan batik yang dikenal di Mojokerto, bahan-bahan yang dipakai waktu itu kain putih yang ditenun sendiri dan obat-obat batik dari soga jambal, mengkudu, nila tom, tinggi dan sebagainya.
Obat-obat luar negeri baru dikenal sesudah perang dunia kesatu yang dijual oleh pedagang-pedagang Cina di Mojokerto. Batik cap dikenal bersamaan dengan masuknya obat-obat batik dari luar negeri. Cap dibuat di Bangil dan pengusaha-pengusaha batik Mojokerto dapat membelinya dipasar Porong Sidoarjo, Pasar Porong ini sebelum krisis ekonomi dunia dikenal sebagai pasar yang ramai, dimana hasil-hasil produksi batik Kedungcangkring dan Jetis Sidoarjo banyak dijual. Waktu krisis ekonomi, pengusaha batik Mojoketo ikut lumpuh, karena pengusaha-pengusaha kebanyakan kecil usahanya. Sesudah krisis kegiatan pembatikan timbul kembali sampai Jepang masuk ke Indonesia, dan waktu pendudukan Jepang kegiatan pembatikan lumpuh lagi. Kegiatan pembatikan muncul lagi sesudah revolusi dimana Mojokerto sudah menjadi daerah pendudukan.
Ciri khas dari batik Kalangbret dari Mojokerto adalah hampir sama dengan batik-batik keluaran Yogyakarta, yaitu dasarnya putih dan warna coraknya coklat muda dan biru tua. Yang dikenal sejak lebih dari seabad yang lalu tempat pembatikan didesa Majan dan Simo. Desa ini juga mempunyai riwayat sebagai peninggalan dari zaman peperangan Pangeran Diponegoro tahun 1825.
Meskipun pembatikan dikenal sejak jaman Majapahait namun perkembangan batik mulai menyebar sejak pesat didaerah Jawa Tengah Surakarta dan Yogyakata, pada jaman kerajaan di daerah ini. Hal itu tampak bahwa perkembangan batik di Mojokerto dan Tulung Agung berikutnya lebih dipenagruhi corak batik Solo dan Yogyakarta.
Didalam berkecamuknya clash antara tentara kolonial Belanda dengan pasukan-pasukan pangeran Diponegoro maka sebagian dari pasukan-pasukan Kyai Mojo mengundurkan diri kearah timur dan sampai sekarang bernama Majan. Sejak zaman penjajahan Belanda hingga zaman kemerdekaan ini desa Majan berstatus desa Merdikan (Daerah Istimewa), dan kepala desanya seorang kiyai yang statusnya Uirun-temurun.Pembuatan batik Majan ini merupakan naluri (peninggalan) dari seni membuat batik zaman perang Diponegoro itu.
Warna babaran batik Majan dan Simo adalah unik karena warna babarannya merah menyala (dari kulit mengkudu) dan warna lainnya dari tom. Sebagai batik setra sejak dahulu kala terkenal juga didaerah desa Sembung, yang para pengusaha batik kebanyakan berasal dari Sala yang datang di Tulungagung pada akhir abad ke-XIX. Hanya sekarang masih terdapat beberapa keluarga pembatikan dari Sala yang menetap didaerah Sembung. Selain dari tempat-tempat tesebut juga terdapat daerah pembatikan di Trenggalek dan juga ada beberapa di Kediri, tetapi sifat pembatikan sebagian kerajinan rumah tangga dan babarannya batik tulis.

Sejarah Batik Solo dan Yogyakarta



Dari kerjaan-kerajaan di Solo dan Yogyakarta sekitamya abad 17,18 dan 19, batik kemudian berkembang luas, khususnya di wilayah Pulau Jawa. Awalnya batik hanya sekadar hobi dari para keluarga raja di dalam berhias lewat pakaian. Namun perkembangan selanjutnya, pleh masyarakat batik dikembangkan menjadi komoditi perdagamgan.
Batik Solo terkenal dengan corak dan pola tradisionalnya batik dalam proses cap maupun dalam batik tulisnya. Bahan-bahan yang dipergunakan untuk pewarnaan masih tetap banyak memakai bahan-bahan dalam negeri seperti soga Jawa yang sudah terkenal sejak dari dahulu. Polanya tetap antara lain terkenal dengan “Sidomukti” dan “Sidoluruh”.
Sedangkan Asal-usul pembatikan didaerah Yogyakarta dikenal semenjak kerajaan Mataram ke-I dengan raj any a Panembahan Senopati. Daerah pembatikan pertama ialah didesa Plered. Pembatikan pada masa itu terbatas dalam lingkungan keluarga kraton yang dikerjakan oleh wanita-wanita pembantu ratu. Dari sini pembatikan meluas pada trap pertama pada keluarga kraton lainnya yaitu istri dari abdi dalem dan tentara-tentara. Pada upacara resmi kerajaan keluarga kraton baik pria maupun wanita memakai pakaian dengan kombonasi batik dan lurik. Oleh karena kerajaan ini mendapat kunjungan dari rakyat dan rakyat tertarik pada pakaian-pakaian yang dipakai oleh keluarga kraton dan ditiru oleh rakyat dan akhirnya meluaslah pembatikan keluar dari tembok kraton.
Akibat dari peperangan waktu zaman dahulu baik antara keluarga raja-raja maupun antara penjajahan Belanda dahulu, maka banyak keluarga-keluarga raja yang mengungsi dan menetap didaerah-daerah baru antara lain ke Banyumas, Pekalongan, dan kedaerah Timur Ponorogo, Tulungagung dan sebagainy a. Meluasny a daerah pembatikan ini sampai kedaerah-daerah itu menurut perkembangan sejarah perjuangan bangsa Indonesia dimulai abad ke-18. Keluarga-keluarga kraton yang mengungsi inilah yang mengembangkan pembatikan seluruh pelosok pulau Jawa yang ada sekarang dan berkembang menurut alam dan daerah baru itu.
Perang Pangeran Diponegoro melawan Belanda, mendesak sang pangeran dan keluarganya serta para pengikutnya harus meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah-daerah baru itu para keluarga dan pengikut pangeran Diponegoro mengembangkan batik.
Ke Timur batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulung Agung. Selain itu juga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedang ke arah Barat batik berkem-bang di Banyumas, Pekalongan, Tegal, Cirebon.

SEJARAH BATIK MADURA

Sejarah Batik MaDura Keunikan MOtif BaTik Madura. Sejarah batik Madurasudah ada sejak zaman kerajaan. Kain batik Madura mulai dikenal masyarakat luas pada abad ke 16 dan 17.  Hal ini bermula ketika terjadi peperangan di Pamekasan Madura antara Raden Azhar (Kiai Penghulu Bagandan) melawan Ke’ Lesap. Raden Azhar merupakan ulama penasihat spriritual Adipati Pamekasan yang bernama Raden Ismail (Adipati Arya Adikara IV).  Sedangkan Ke’ Lesap merupakan putera Madura keturunan Cakraningrat I dengan istri selir.

Dalam peperangan itu, Raden Azhar memakai pakaian kebesaran batik dengan motif parang atau dalam bahasa Madura disebut motif leres yakni kain batik dengan motif garis melintang simetris. Ketika memakai kain batik motif parang, Raden Azhar memiliki kharisma, tanpak gagah berwibawa. Sejak itulah, batik menjadi perbincangan di kalangan masyarakat Madura, terutama pembesar-pembesar di Pamekasan.

Di Jogjakarta dan Solo, kain batik motif parang merupakan pakaian kebesaran para raja. Konon, rakyat biasa pantang memakai. Itu dulu, sekarang bolehlah asal tidak dipakai saat bertemu raja. Misalnya, untuk kondangan atau menghadiri rapat. Tokoh penting yang mengenalkan kain batik ke Madura adalah  Adipati Sumenep, Arya Wiraraja yang merupakan sekutu dekat Raden Wijaya, pendiri kerajaan Majapahit.  

Motif batik madura memiliki keunikan tersendiri yang tidak dimiliki oleh batik dari daerah lain. Ciri khas batik Madura sebagai usaha rumahan yang mudah dikenali adalah selalu terdapat warna merah dalam motif bunga atau daun. Beberapa kalangan menilai, ada kesamaan motif kain batik Madura dan Jogjakarta. Adanya kesamaan motif kain batik Madura dan Jogjakarta karena ada hubungan darah antara raja Mataram dengan para pembesar di Madura. Kerajaan Bangkalan pada zaman raja Cakraningrat I adalah bawahan Kesultanan Mataram yang dipimpin Sultan Agung. 
Perjalanan sejarah batik Madura saat ini boleh dikatakan mencapai kejayaan, apalagi dengan pencanangan Hari Batik Nasional tanggal 2 Oktober oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Para pengrajin batik setelah peresmian jembatan Suramadu di sentra-sentra batik Madura mengalami kegairahan membatik. Seperti sentra batik tulis Tanjung Bumi di Bangkalan, sentra batik tulis Banyumas Klampar, Pamekasan, dan sentra batik tulis Pakandangan Sumenep. Seiring dengan selesainya pembangunan jembatanSuramadu, Pemkab Pamekasan bahkan menetapkan desa Banyumas Klampar kecamatan Proppo sebagai desa batik. Tak hanya itu, sebuah pasar batik terbesar di dunia (dilihat dari jumlah pedagang batik) juga telah dibuka. 


Senin, 09 April 2012

BATIK MEGA MENDUNG -BATIK CIREBOAN

Daerah sentra produksi batik Cirebon berada di desa Trusmi Plered Cirebon yang konon letaknya di luar Kota Cirebon sejauh 4 km menuju arah barat atau menuju arah Bandung. Di desa Trusmi dan sekitarnya terdapat lebih dari 1000 tenaga kerja atau pengrajin batik. Tenaga kerja batik tersebut berasal dari beberapa daerah yang ada di sekitar desa Trusmi, seperti dari desa Gamel, Kaliwulu, Wotgali dan Kalitengah.

Secara umum batik Cirebon termasuk kedalam kelompok batik Pesisiran, namun juga sebagian batik Cirebon termasuk dalam kelompok batik keraton. Hal ini dikarenakan Cirebon memiliki dua buah keraton yaitu Keratonan Kasepuhan dan Keraton Kanoman, yang konon berdasarkan sejarah dari dua keraton ini muncul beberapa desain batik Cirebonan Klasik yang hingga sekarang masih dikerjakan oleh sebagian masyarakat desa Trusmi diantaranya seperti motif Mega Mendung, Paksinaga Liman, Patran Keris, Patran Kangkung, Singa Payung, Singa Barong, Banjar Balong, Ayam Alas, Sawat Penganten, Katewono, Gunung Giwur, Simbar Menjangan, Simbar Kendo dan lain-lain.

Beberapa hal penting yang bisa dijadikan keunggulan atau juga merupakan ciri khas yang dimiliki oleh batik Cirebon adalah sbb:

a.Desain batik Cirebonan yang bernuansa klasik tradisional pada umumnya selalu mengikut sertakan motif wadasan (batu cadas) pada bagian-bagian motif tertentu. Disamping itu terdapat pula unsur ragam hias berbentuk awan (mega) pada bagian-bagian yang disesuaikan dengan motif utamanya.

b.Batik Cirebonan klasik tradisional selalu bercirikan memiliki warna pada bagian latar (dasar kain) lebih muda dibandingkan dengan warna garis pada motif utamanya.

c.Bagian latar atau dasar kain biasanya nampak bersih dari noda hitam atau warna-warna yang tidak dikehendaki pada proses pembuatan. Noda dan warna hitam bisa diakibatkan oleh penggunaan lilin batik yang pecah, sehingga pada proses pewarnaan zat warna yang tidak dikehendaki meresap pada kain.

d.Garis-garis motif pada batik Cirebonan menggunakan garis tunggal dan tipis (kecil) kurang lebih 0,5 mm dengan warna garis yang lebih tua dibandingkan dengan warna latarnya. Hal ini dikarenakan secara proses batik Cirebon unggul dalam penutupan (blocking area) dengan menggunakan canting khusus untuk melakukan proses penutupan, yaitu dengan menggunakan canting tembok dan bleber (terbuat dari batang bambu yang pada bagian ujungnya diberi potongan benang-benang katun yang tebal serta dimasukkan pada salah satu ujung batang bambu).

e.Warna-warna dominan batik Cirebonan klasik tradisional biasanya memiliki warna kuning (sogan gosok), hitam dan warna dasar krem, atau berwarna merah tua, biru tua, hitam dengan dasar warna kain krem atau putih gading.

f.Batik Cirebonan cenderung memilih sebagian latar kainnya dibiarkan kosong tanpa diisi dengan ragam hias berbentuk tanahan atau rentesan (ragam hias berbentuk tanaman ganggeng). Bentuk ragam hias tanahan atau rentesan ini biasanya digunakan oleh batik-batik dari Pekalongan.

Masih dengan batik Cirebonan, namun mempunyai ciri yang berbeda dengan yang sebelumnya yaitu kelompok batik Cirebonan Pesisiran. Batik Cirebonan Pesisiran sangat dipengaruhi oleh karakter masyarakat pesisiran yang pada umumnya memiliki jiwa terbuka dan mudah menerima pengaruh budaya asing. Perkembangan pada masa sekarang, pewarnaan yang dimiliki oleh batik Cirebonan lebih beraneka warna dan menggunakan unsur-unsur warna yang lebih terang dan cerah, serta memiliki bentuk ragam hias yang bebas dengan memadukan unsur binatang dan bentuk-bentuk flora yang beraneka rupa.

Pada daerah sekitarpelabuhan biasanya banyak orang asing yang singgah, berlabuh hingga terjadi perkawinan etnis yang berbeda (asimilasi), maka batik Cirebonan Pesisiran lebih cenderung menerima pengaruh budaya dari luar yang dibawa oleh pendatang. Sehingga batik Cirebon yang satu ini lebih cenderung untuk bisa memenuhi atau mengikuti selera konsumen dari berbagai daerah (lebih kepada pemenuhan komoditas perdagangan dan komersialitas), sehingga warna-warna batik Cirebonan Pesisiran lebih atraktif dengan menggunakan banyak warna. Produksi batik Cirebonan pada masa sekarang terdiri dari batik Tulis, batik Cap dan batik kombinasi tulis cap. Pada tahun 1990 – 2000 ada sebagian masyarakat pengrajin batik Cirebonan yang memproduksi kain bermotif batik Cirebonan dengan teknik sablon tangan (hand printing), namun belakangan ini teknik sablon tangan hampir punah, dikarenakan kalah bersaing dengan teknik sablon mesin yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang lebih besar. Pertumbuhan batik Trusmi nampak bergerak dengan cepat mulai tahun 2000, hal ini bisa dilihat dari bermunculan showroom-showroom batik yang berada di sekitar jalan utama desa Trusmi dan Panembahan. Pemilik showroom batik Trusmi hampir seluruhnya dimiliki oleh masyarakat Trusmi asli walaupun ada satu atau dua saja yang dimiliki oleh pemilik modal dari luar Trusmi. Contoh Koleksi Batik Cirebonan:


Batik Komar Motif Ganggengan
Batik Komar Motif Singa Payung
Batik Mega Mendung